Selasa, 11 Juli 2017

Alat Peragaan Sejarah Untuk Masa Awal Masuknya Penjajahan Kolonial Belanda Ke Indonesia

A. Awal Kedatangan Bangsa Belanda ke Negara Indonesia
Tahun 1956 adalah awal kedatangan Bangsa Belanda ke Negara Indonesia. Empat buah kapal yang dipimpin oleh Pieter Keyzer serta Cornelis de Houtman ini sampai ke pelabuhan Banten setelah menempuh perjalanan selama satu tahun lebih. Sayangnya, kunjungan dari kapal Belanda ini ke daerah Banten kurang disambut baik karena sifat arogan yang ditunjukkan oleh Cornelis de Houtman. Kemudian dua tahun kemudian, tepatnya pada tahun 1958 Belanda mencoba lagi kembali ke Indonesia di bawah pimpinan Jacob Van Neck, dan mereka berhasil disambut baik oleh penguasa Banten saat itu karena mereka telah belajar dari kesalahan Cornelis de Houtman. Akhirnya, Belanda diperbolehkan untuk melakukan perdagangan di kawasan pelabuhan Banten. Tujuan awal Belanda adalah untuk berdagang rempah-rempah, namun setelah mereka berhasil mendapatkan keuntungan melimpah serta menemukan daerah sumber rempah-rempah, Belanda mulai melakukan aksi monopoli perdagangan dan sejarah penjajahan Belanda di Indonesia pun dimulai.

B. Sejarah Pembentukan dan Pembubaran VOC Belanda di Indonesia
Pada tanggal 20 Maret 1602, Verenigde Oostindische Compagnie atau disingkat VOC didirikan oleh Belanda yang merupakan sebuah badan perdagangan atau perusahaan dengan hak monopoli terhadap perdagangan di wilayah Asia. VOC yang berkedudukan di Batavia (sekarang Jakarta) juga disebut dengan nama Perusahaan Hindia Timur atau East India Company karena mereka ingin menyaingi perusahaan yang didirikan oleh Inggris bernama VWC yang memiliki julukan sebagai Perusahaan Hindia Timur. Tujuan dari pembentukan VOC adalah sebagai berikut:
1.      Berusaha menguasai baik pelabuhan penting serta kerajaan-kerajaan di wilayah Indonesia.
2.      Melakukan monopoli perdagangan.
3.      Mengatasi persaingan yang ada antara pedagang Belanda dengan pedagang Eropa lainnya.
Monopoli perdagangan VOC dilakukan dengan cara kekerasan terhadap penduduk yang berasal dari daerah penghasil rempah-rempah di Indonesia. Selain itu, mereka juga melarang dan mengancam orang-orang bukan Belanda apabila ingin berdagang dengan para penduduk lokal dari daerah penghasil rempah-rempah. Misalnya saja saat para penduduk Banda mencoba menjual biji pala kepada Inggris, Belanda menyerang dan membunuh semua penduduk Banda tersebut. Akhirnya, Belanda memutuskan untuk mengisi daerah Banda dengan budak-budak dan pekerja-pekerja lain untuk menghasilkan biji pala. Karena ulah VOC tersebut, mereka harus menghadapi masalah politik dan berperang terhadap para pemimpin di daerah Banten dan Mataram.
Pada tahun 1799, VOC yang mengalami banyak masalah dan akhirnya bangkrut dibubarkan. Berikut alasan-alasan pembubaran VOC:
1. Pegawai VOC banyak yang tidak terlalu cakap dalam mengendalikan monopoli perdagangan, selain itu mereka juga banyak yang melakukan korupsi.
2. Hutang VOC yang semakin menumpuk dikarenakan peperangan dengan Inggris dan juga rakyat Indonesia sendiri.
3. Para penguasa semakin merosot moralnya akibat sistem monopoli yang dilakukan.
4. Prajurit VOC banyak yang tewas dalam peperangan.
5. Aturan pringan dan penyerahan wajib yang dilakukan untuk mengisi kas VOC tidak berjalan sebagaimana mestinya.
Karena alasan-alasan di atas maka sejarah penjajahan Belanda di Indonesia lewat VOC pun berakhir.

C. Awal Berdirinya Pemerintahan Hindia Belanda di Indonesia
Kaisar Perancis yaitu Napoleon Bonaparte mengangkat Louis Bonaperte sebagai kaisar Belanda. Kemudian setelah diangkat menjadi Raja, Louis Bonaparte menunjuk Herman Willem Daendels sebagai gubernur jenderal bagi Indonesia. Tugasnya adalah untuk mengatur pemerintahan Indonesia, melakukan pertahanan dari serangan pasukan Inggris terhadap pulau Jawa, serta mengatur masalah keuangan. Namun, di bawah pemerintahannya Daendels telah melanggar undang-undang dengan menjual tanah milik Negara kepada orang-orang partikelir. Oleh karena itu, atas perintah Napoleon Daendels ditarik dari jabatannya. Namun sebelum Daendels ditarik, selama masa pemerintahannya Daendels telah banyak merugikan rakyat Indonesia serta menyengsarakan rakyat. Dia melakukan eksploitasi baik kekayaan alam maupun tenaga kerja Indonesia.
Kedudukan gubernur jenderal Indonesia telah mengalami pergantian beberapa kali. Setelah Daendels maka gubernur jendral Janssens giliran berkuasa dan saat Indonesia memasuki pemerintahan Van Den Bosch di mana sistem tanam paksa pun dijalankan yang menimbulkan kemiskinan, dan kelaparan rakyat Indonesia. Di pihak lain, Belanda mendapatkan banyak keuntungan dalam bidang keuangan akibat sistem tanam paksa tersebut.
Saat sistem tanam paksa dihapuskan maka muncullah politik pintu terbuka di mana penanaman modal asing diperbolehkan. Meskipun tanam paksa sudah dihapuskan, nyatanya politik pintu terbuka tetap menimbulkan penderitaan bagi rakyat Indonesia. Hal ini memicu perlawanan dari rakyat Indonesia di berbagai daerah seperti perang Diponegoro, perang Bali, perang Paderi, perang Banjar, perang Aceh, Gerakan Protes Petani, dan sebagainya. Saat semakin banyak rakyat yang melawan Belanda maka penjajahan Belanda di Indonesia mulai menandakan akhirnya.

D. Berakhirnya Masa Penjajahan Hindia Belanda di Indonesia
Rumah Sejarah, demikian nama museum yang sampai saat ini tetap eksis walaupun telah berusia setengah abad lebih. Rumah Sejarah itulah yang menjadi saksi bisu penyerahan kekuasaan Belanda yang telah menjajah Indonesia selama 350 tahun kepada Jepang, 8 Maret 1942. Lokasi Rumah Sejarah di Pangkalan TNI Angkatan Udara (Lanud) Suryadarma Kalijati Subang, Jawa Barat sekitar 133 kilometer arah timur ibu kota Jakarta, sekitar 2 jam perjalanan darat. Kondisi bangunannya tetap terjaga karena sejak kemerdekaan berada dalam Pangkalan Udara (PU) Militer bernama PU Kalijati (berganti menjadi Lanud Suryadarma sejak 7 September 2001).
Penjajahan Belanda terhadap Indonesia benar-benar berakhir saat Pemerintah Jepang melakukan penyerangan. Tanggal 27 Februari 1942 tentara Jepang berhasil mengalahkan armada gabungan dari Negara Amerika, Inggris, Belanda, dan Australia. Kemudian, di bawah pimpinan Letnan Jenderal Hitoshi Imamura, tentara Jepang mulai menginjakkan kaki ke Pulau Jawa. Di sana Letnan Jenderal Hitoshi Imamura mengancam akan menyerang Belanda apabila tidak segera menyerah. Pada akhirnya setelah mengalami kekalahan terus menerus dari pihak Jepang, Tjarda van Starkenborgh Stachouwer sebagai Jenderal Hindia Belanda menyerah dan dan ditangkap. Hal ini menjadi tanda dimulainya masa penjajahan Jepang di Indonesia sekaligus berakhirnya sejarah penjajahan Belanda di Indonesia.
   E. Tokoh-Tokoh Sejarah yang Melakukan Perlawanan Kepada Pemerintahan Kolonial Belanda
1 1. Tuanku Imam Bonjol
Tuanku Imam Bonjol (lahir di Bonjol, Pasaman, Sumatera Barat, Indonesia 1772 – wafat dalam pengasingan dan dimakamkan di Lotak, Pineleng, Minahasa, 6 November 1864), beliau adalah salah seorang ulama, pemimpin dan pejuang yang berperang melawan Belanda dalam peperangan yang dikenal dengan nama Perang Padri di tahun 1803-1837.
Tuanku Imam Bonjol diangkat sebagai Pahlawan Nasional Indonesia berdasarkan SK Presiden RI Nomor 087/TK/Tahun 1973, tanggal 6 November 1973. “Tuanku Imam Bonjol” adalah sebuah gelaran yang diberikan kepada guru-guru agama di Sumatra. Nama asli Imam Bonjol adalah Peto Syarif Ibnu Pandito Bayanuddin.
Dia adalah pemimpin yang paling terkenal dalam gerakan dakwah di Sumatera, yang pada mulanya menentang perjudian, laga ayam, penyalahggunaan dadah, minuman keras, dan tembakau, tetapi kemudian mengadakan penentangan terhadap penjajahan Belanda.
2. Kapitan Pattimura
Kapitan Pattimura atau Thomas Matulessy lahir di Haria, Pulau Saparua, Maluku, 8 Juni 1783. Beliau merupakan pemimpin perlawanan rakyat Maluku terhadap Belanda pada tahun 1817. Di bawah pimpinan Pattimura, rakyat Maluku berhasil merebut Benteng Duursteede dan membunuh hampir semua penghuninya termasuk Presiden Van den Berg. Pertempuran demi pertempuran terus berkobar dan kemenangan terus diraih pasukan Pattimura. Ternyata, perjuangan para pahlawan untuk mengusir para penjajah dari tanah air tidak pernah surut. Hal itu menunjukkan semangat nasionalisme yang tinggi terhadap bangsanya.
Untuk menghadapi perlawanan Pattimura, Belanda menggunakan taktik devideet impera (memecah belah). Belanda memperalat Raja Booi untuk mengetahui tempat persembunyian Pattimura. Pada 16 Desember 1817, Pattimura ditangkap di Ambon, Maluku dan dihukum mati pada saat itu pattimura berumur 34 tahun. Nama Kapitan Pattimura merupakan nama yang diberikan oleh rakyak maluku sebagai nama pahlawan maluku kepada Pattimura atau Thomas Matulessy.

3. Pangeran Diponogoro
Bendoro Raden Mas Ontowirya atau Pangeran Diponegoro merupakan pemimpin perlawanan terhadap Belanda di daerah Jawa Tengah. Pangeran Diponegoro sangat geram melihat kehidupan para bangsawan Mataram yang telah menjadi kaki tangan Belanda. Beliau marah karena melihat budaya barat yang memyebabkan kemorosatan akhlak masyarakat Jawa.
Pada tahun 1825, kemarahan Pangeran Diponegoro semakin memuncak ketika Belanda hendak membangun jalan baru dari Yogyakarta ke Magelang melalui Tegalrejo dan melalui tanah makam leluhur Pangeran Diponegoro. Akhirnya, pecahlah Perang Diponegoro. Perang ini berlangsung dari tahun 1825 sampai 1830. Beliau dibantu oleh Pangeran Mangkubumi, Sentot Alibasyah, dan Kyai Mojo. Pada 28 Maret 1830, dalam perundingan di Magelang. Pangeran Diponegoro ditangkap dan diasingkan ke Makassar. Pada 8 Januari 1855, beliau meninggal dunia di Makassar.

4. Pangeran Antasari
Pangeran Antasari lahir di Kayu Tangi, Kesultanan Banjar , kalimantan Selatan pada tahun 1797 dan meninggal di Bayan Bengok, Hindia-Belanda, 11 Oktober 1862 pada umur 53 tahun.
Pada 14 Maret 1862, beliau dinobatkan sebagai pimpinan pemerintahan tertinggi di Kesultanan Banjar (Sultan Banjar) dengan menyandang gelar Panembahan Amiruddin Khalifatul Mukminin dihadapan para kepala suku Dayak dan adipati (gubernur) penguasa wilayah Dusun Atas, Kapuas dan Kahayan yaitu Tumenggung Surapati/Tumenggung Yang Pati Jaya Raja.
Perang Banjar pecah saat Pangeran Antasari dengan 300 prajuritnya menyerang tambang batu bara milik Belanda di Pengaron tanggal 25 April 1859. Selanjutnya peperangan demi peperangan dipkomandoi Pangeran antasari di seluruh wilayah Kerajaan Banjar. Dengan dibantu para panglima dan pengikutnya yang setia, Pangeran Antasari menyerang pos-pos Belanda di Martapura, Hulu Sungai, Riam Kanan, Tanah Laut, Tabalong, sepanjang sungai Barito sampai ke Puruk Cahu.
Pertempuran yang berkecamuk makin sengit antara pasukan Khalifatul Mukminin dengan pasukan Belanda, berlangsung terus di berbagai medan. Pasukan Belanda yang ditopang oleh bala bantuan dari Batavia dan persenjataan modern, akhirnya berhasil mendesak terus pasukan Khalifah. Dan akhirnya Khalifah memindahkan pusat benteng pertahanannya di Muara Teweh.
Berkali-kali Belanda membujuk Pangeran Antasari untuk menyerah, namun beliau tetap pada pendirinnya. Ini tergambar pada suratnya yang ditujukan untuk Letnan Kolonel Gustave Verspijck di Banjarmasin tertanggal 20 Juli 1861.

5. I Gusti Ktut Jelantik
I Gusti Ketut Jelantik adalah pahlawan nasional Indonesia yang berasal dari Karangasem, Bali. Ia merupakan patih Kerajaan Buleleng. Ia berperan dalam Perang Jagaraga yang terjadi di Bali pada tahun 1849. Perlawanan ini bermula karena pemerintah kolonial Hindia Belanda ingin menghapuskan hak tawan karang yang berlaku di Bali, yaitu hak bagi raja-raja yang berkuasa di Bali untuk mengambil kapal yang kandas di perairannya beserta seluruh isinya. Ucapannya yang terkenal ketika itu ialah “Apapun tidak akan terjadi. Selama aku hidup aku tidak akan mangakui kekuasaan Belanda di negeri ini”. Perang ini berakhir sebagai suatu puputan, seluruh anggota kerajaan dan rakyatnya bertarung mempertahankan daerahnya sampai titik darah penghabisan. Namun akhirnya ia harus mundur ke Gunung Batur, Kintamani. Pada saat inilah beliau gugur.

6. Sisingamangaraja XII
Sisingamangaraja XII (lahir di Bakara, 18 Februari 1845 – meninggal di Dairi, 17 Juni 1907 pada umur 62 tahun) adalah seorang raja di negeri Toba, Sumatera Utara, pejuang yang berperang melawan Belanda, kemudian diangkat oleh pemerintah Indonesia sebagai Pahlawan Nasional Indonesia sejak tanggal 9 November 1961 berdasarkan SK Presiden RI No 590/1961. Sebelumnya ia makamkan di Tarutung, lalu dipindahkan ke Soposurung, Balige pada tahun 1953.
Sisingamangaraja XII nama kecilnya adalah Patuan Bosar, yang kemudian digelari dengan Ompu Pulo Batu. Ia juga dikenal dengan Patuan Bosar Ompu Pulo Batu, naik tahta pada tahun 1876 menggantikan ayahnya Sisingamangaraja XI yang bernama Ompu Sohahuaon, selain itu ia juga disebut juga sebagai raja imam. Penobatan Sisingamangaraja XII sebagai maharaja di negeri Toba bersamaan dengan dimulainya open door policy (politik pintu terbuka) Belanda dalam mengamankan modal asing yang beroperasi di Hindia-Belanda, dan yang tidak mau menandatangani Korte Verklaring (perjanjian pendek) di Sumatera terutama Kesultanan Aceh dan Toba, di mana kerajaan ini membuka hubungan dagang dengan negara-negara Eropa lainya. Di sisi lain Belanda sendiri berusaha untuk menanamkan monopolinya atas kerajaan tersebut. Politik yang berbeda ini mendorong situasi selanjutnya untuk melahirkan Perang Tapanuli yang berkepanjangan hingga puluhan tahun.

7. Teuku Umar
Teuku Umar yang dilahirkan di Meulaboh Aceh Barat pada tahun 1854, adalah anak seorang Uleebalang bernama Teuku Achmad Mahmud dari perkawinan dengan adik perempuan Raja Meulaboh. Umar mempunyai dua orang saudara perempuan dan tiga saudara laki-laki.
Nenek moyang Umar adalah Datuk Makhudum Sati berasal dari Minangkabau. Salah seorang keturunan Datuk Makhudum Sati pernah berjasa terhadap Sultan Aceh, yang pada waktu itu terancam oleh seorang Panglima Sagi yang ingin merebut kekuasaannya.
F. Alat Peragaan Pelajaran Sejarah
Mengajarkan pelajaran sejarah kepada anak Sekolah Dasar memang gampang-gampang susah, karena pelajaran ini dianggap membosankan karena banyak membaca materi serta menghafal baik itu nama-nama pahlawan, waktu, tanggal, tahun, bahkan temapat-temapat sejarah lainnya.
Sebagai seorang guru kita harus mempunyai alternatif lain untuk membuat anak didik kita tidak merasa bosan dalam mengikuti pelajaran, salah satunya adalah dengan membuat alat peragaan yang pastinya tidak  membutuhkan biaya yang mahal, tetapi cukup dengan biaya yang murah.
Alat Peragaan yang ingin saya gunakan dalam materi ini adalah alat peraga pameran foto, dalam alat peragaan ini kita bisa printkan foto dengan ukuran minimal sebesar kertas A4 dan bisa juga sebesar kertas A3. Sesuai dengan namanya pameran foto, maka kita menyiapkan foto-foto tersebut di dalam kelas ini bisa kita tempelkan di papan tulis, dimeja-meja siswa dan bisa juga kita gantung dengan membentangkan tali rapia untuk mengantung foto tersebut.
Cara menggunakan alat peraga ini adalah dengan cara menyiapkan foto yang akan di pamerkan beserta keterangan yang suadah ditulis dibalik foto tersebut, kemudian kita mengajak anak didik untuk mencari informasi dari foto-foto yang di pamerkan tersebut, setelah mereka selesai mencari informasi, kemudian kita menyuruh siswa untuk mendeskripsikan hasil yang mereka peroleh ke depan kelas. Waktu yang digunakan untuk mencari informasi ini cukup 10 menit.
Contohnya:
Kapitan Pattimura
Nama: Kapitan Pattimura
Nama Asli : Thomas Matulessy
TTL: Haria, Pulau Saparua, Maluku, 8 Juni 1783
Wafat: Ambon, 16 Desember 1817
Mulai melakukan perlawanan pada tahun 1817
Pahlawan dari maluku yang memimpin rakyat maluku melawan penjajahan Belanda 

Daftar pustaka














Tidak ada komentar:

Posting Komentar